Malam itu, dengan mata yang bertabur bintang kau berpuisi
“Cinta yang membuat kita lebih kuat dan cinta juga yang membuat kita lemah”
Erat genggaman tanganmu memintaku untuk melangkah maju
Langkah demi langkah menapak angan-angan
Ya, aku siap berperang memperjuangkan hatimu
Tapi kau mengambil langkah yang berbeda
Perasaanmu pun mulai menghilang membaur menyaru
Seakan semua yang pernah terjadi tak pernah kau rasa
Masih adakah tentang aku di hatimu?
Jelas kini terlihat ragu terlukis di matamu
Pancaran sirna akan kepercayaan memudar dari sudut tatapanmu
Seperti semua rasa itu tidak pernah ekstrim di satu titik spektrum
Dibandingkan dengan hal itu, hal ini bahkan tidak dapat menghilang
Perasaan orang-orang yang kalah dalam pertempuran
Tapi hey bukankah semua itu hanyalah perkiraan ketidakpastian?
Bukankah ketidaksempuraan itu saling melengkapi, tapi kita?
Jangan-jangan kita hanyalah ketiadaan
Dengan lantang kau berkata “Aku mencintaimu”, namun malah terasa jauh dari ekspektasi
Sedangkan bisikan “Aku kangen” darimu kini membentuk kecanggungan antara kita
Kemudian kau ucapkan “Selamat tinggal”, kata yang tidak pernah cocok buat kita
Kau memintaku tetap tinggal di sini mengitung titik tumpu kejenuhan sembari membunuh waktu
Menemani hujan di penghujung Desember, bulan yang dulu pernah kau cinta
Terlarang bagiku untuk bertanya “Sampai kapan?”, bagimu tidak pernah ada kata “Sampai kapan”
Kau mendambakan sedikit perasaan bebas
Bebas untuk mengejar hasrat dengan sayap-sayap patah yang pernah kau simpan
Meski kita berdua tau jarak dan egois di antara kita hanya akan kembali menyesapkan asa
Namun langit biru dan cakrawala tak berujung menunggu, begitu katamu sebelum beranjak
Terkadang, kita terlalu sibuk mengejar hal-hal yang kita inginkan
Sampai akhirnya kehilangan apa yang sudah kita miliki sekarang
Mudah bagimu untuk mengatakannya karena kau hanya akan kehilangan apa selain apa yang sudah hilang
Dan yang sudah patah tidak akan pernah utuh lagi
Langit tidak hanya biru, terkadang hujan walaupun lebih sering menjadi badai belakangan ini
Ah hanya hujan, itu bukanlah apa-apa jika kita berdua mulai menghitung semua perbandingan di langit
Hujan pun tidak selalu membawa rindu dan meninggalkan kenangan, terkadang malah menjadi banjir
Banjir air mata yang mengahapus semua cinta dari matamu
Aku bisa membakar bumi dan melelehkan langit untukmu
Yang perlu kau lakukan hanyalah meminta, meminta!
Namun apakah kau bisa melakukan hal yang sama untukku?
Belum cukup kah semua sandiwara keegoisan yang kita mainkan selama ini?
Teriakan tangisan erangan rintihan amarah dendam sudah di ambang jenuh
Tapi kenapa kau malah meminta untuk kembali berpura-pura
Bukankah trilogi kepura-puraan kita telah usai?
Leave a Reply